Rabu, 23 Desember 2009

TATHWIL (MEMPERPANJANG) BACAAN DALAM SHALAT, BOLEHKAH?!

Suatu malam di interval minggu terakhir bulan Desember 2009......

Jarum jam menunjukkan pukul 18.30, kulangkahkan kaki menuju masjid Bu'us (asrama mahasiswa asing) untuk memenuhi panggilan Ilahi. Tampak jamaah shalat Isya yang mayoritas mahasiswa, memadati masjid. Kuambil air wudhu di midha'ah (tempat wudhu), walaupun air kran dingin begitu menusuk.

Sang imam--mahasiswa dari Afrika--tengah asyiknya membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Aku sendiri gak tahu persis surat apa yang dia baca, maklum hapalan Al-Qur'anku masih sedikit dan jauh tertinggal dari sang imam yang sudah mengkhatamkan hapalan Al-Qur'an. Dan memang setiap mahasiswa yang menjadi imam di masjid ini harus sudah khatam hapalan Al-Qur'annya.

Suara sang imam begitu merdunya. Walaupun sempat tersendat-sendat bacaannya karena ada beberapa penggalan ayat yang dia lupa, namun suara merdunya membuatku terhanyut dalam shalat. Tak terasa kemerduan bacaannya menghabiskan waktu yang cukup lama. Aku kurang tahu persis berapa ayat yang dia baca, namun yang kutahu ini adalah kali pertama aku mendengarkan bacaan sang imam shalat fardhu begitu panjangnya.

Di rakaat kedua sang imam hanya membacakan beberapa ayat saja, karena mungkin dia menyadari telah membaca ayat begitu panjangnya di rakaat pertama.

Di tengah-tengah shalat suara hp salah seorang makmum berdering. Sangat disayangkan suara hp itu tidak dimatikan seketika itu juga. Padahal beberapa waktu yang lalu aku pernah menyaksikan salah seorang makmum yang langsung angkat suara seusai shalat untuk memperingati makmum lain yang tidak mematikan dering hp ketika shalat.

Shalat Isya pun usai. Kuucapkan salam setelah imam sempurna mengucapkan salam. Tak dinyana salah seorang a'immah calon dai Mesir yang ikut shalat berjama'ah saat itu langsung marah, memperingatkan sang imam yang terlalu panjang membaca ayat Al-Qur'an (baca: tathwil [dalam bahasa Arab]). Kontan saja suasana masjid menjadi gaduh. Maklum di masjid para calon ulama ini, sedikit terjadi kesalahan saja langsung membuat para jam'an riuh dan suasana masjid pun seakan seperti pasar.

Sang imam pun dikerumuni oleh para makmum dan orang Mesir tadi. Aku gak begitu paham apa yang dibincangkan oleh mereka karena saking gaduhnya. Tapi yang bisa kutangkap mereka saling mengeluarkan pendapat tentang tathwil yang dilakukan oleh sang imam tadi.

Suasana gaduh tersebut berlangsung sekitar 15 menit. Kegaduhan tersebut terhenti setelah salah seorang a'immah calon dai Mesir yang lain memberikan ceramahnya tentang tathwil yang dilakukan sang imam. Para jama'ah ada yang mendengarkan ceramahnya itu, ada juga yang masih asyik membincangkan permasalahan tathwil itu, dan ada juga yang ogah-ogah saja langsung meninggalkan masjid. Kejadian itu langsung membuatku penasaran. Apakah sang imam itu benar-benar salah atau sang a'immah yang marah itu yang salah?!

Aku menuju ke kamar mungilku, lalu kubuka kitab "Al-Fiqh 'ala Madzahibil Arba'ah" karangan Abdurrahman al-Jaziri. Aku buka juz 1 halaman 209. Di sana aku menemukan pendapat para imam mazhab tentang permasalahan yang baru saja kudapati di masjid. Pendapat para ulama itu singkatnya sebagai berikut:
1. Mazhab Syafi'i, Hanafi dan Hanbali bersepakat bahwa tathwil disunnahkan jika
orang yang shalat tidak sedang dalam keadaan safar (bepergian) dan munfarid
(tidak berjamaah).
2. Mazhab Maliki berpendapat bahwa sunnah tathwil bagi yang shalat munfarid, baik
itu dalam keadaan safar ataupun bermukim.

Kemudian, bagaimana hukum tathwil yang dilakukan oleh imam pada shalat jamaah? Berikut pendapat para ulama tentang hal itu:
1. Mazhab Maliki berpendapat bahwa disunnahkan tathwil bagi imam dengan 4 syarat:
- Imam tersebut menjadi imam bagi jamaah yang terbatas (artinya semuanya mampu
mengikuti imam jika melakukan tathwil).
- Jamaah meminta tathwil kepada imam.
- Hendaknya imam tahu atau memperkirakan bahwa jamaah bisa kuat mengikuti
tathwil.
- Sang imam tahu atau mengira tidak ada salah seorang jamaah yang udzur (tidak
kuat mengikuti tathwil).
2. Mazhab Syafi'i berpendapat disunnahkan bagi imam tathwil bacaan jika jamaah
ridha kecuali pada shubuh hari Jum'at dimana imam disunnahkan tathwil dengan
membaca surat As-Sajdah dan surat "Hal Ata (Al-Insan)" walaupun jamaah tidak
ridha.
3. Mazhab Hanafi berpendapat disunnahkan bagi imam tathwil bacaan jika hal tersebut
tidak memberatkan bagi jamaah. Apabila memberatkan jamaah maka hukumnya makruh.
4. Mazhab Hanbali berpendapat disunnahkan bagi imam takhfif (bacaan ringan) sesuai
dengan keadaan makmum. Jika makmum mampu dan kuat maka boleh saja tathwil.

Hidup di lingkungan para calon ulama sangat banyak memberikan pelajaran berharga, termasuk pelajaran yang kudapat pada shalat Isya itu. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "TATHWIL (MEMPERPANJANG) BACAAN DALAM SHALAT, BOLEHKAH?!"

Posting Komentar